Lemahnya Pendidikan Moral dan Pendidikan Agama di Indonesia

ditulis oleh : Agus Hamdani
Ketua Bidang Apresiasi Seni kebudayaan dan Olah Raga
PD IRM Jember 2006-2008


Fenomena yang terjadi ditengah dunia pendidikan Indonesia memang erkadang semakin menyesakkan dada. Mulai mahalnya pendidikan sampai berganti-gantinya kuriulum yang membuat bingung siswa dan pihak lembaga pendidikan . terlebih dengan munculnya standarisasi pendidikan dengan adanya UAN yang mewajibkan siswanya bias disemua bidang dengan setandar nilai yang telah ditentukan sehingga tak jarang siswa yang terkena tekanan batin dan semakin mengenaskan.

Dalam pelaksanaan pendidikan sekarang ini disadari atau tidak pendidikan moral dan keagamaan kurang diminati dan tidak mendapat perhatian lebih dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan moral dan agama hanya dianggap sebagai pelengkap dari kurikulm tanpa disertai perhatian yang intens terhadap hal tersebut. Ini terbukti makin maraknya pergaluan bebas dikalangan pelajar serta tawuran antar siswa yang semakin marak. Ini membuktikan kurangnya control dari orang tua dan tidak efektifnya pendidikan moral dan keagamaan disekolah.

Pendidikan moral dan agama disekolah lebih berkutat pada teori teri yang begitu banyak dan tentang sejarah yang penuh dengan kesempurnaan perilaku. Namun tidak diimbangi dengan adanya aplikasi langsung atau peninjauan terhadap objeknya yaitu siswa itu sendidri. Sejauh manakah pelajaran moral sudah diterapkan oleh siswa dan sejauh manakah ilmu agama yang diddapat di aplikasikan dkehidupan sehari-hari. Masih relevankah materi yang diajarkan didalam sekolah dan bagaimana pemecahan persoalaan yang terjadi ditengah tengah masyarakat sehingga siswa tersebut mampu menangani atau menaggapi segala permasalahan moral dan permasalahan agama yang terjadi disekitarnya

Banyaknya pondok pesantren dan sekolah yang bercirikhas islam pun tidak menjamin seluruh siswa didik yang masuk sekolah tersebut mampu dan bias menjalankan apa yang diajarkan disekolahnya. Kebanyakan pondok pesantren masih menggunakan cara-cara lama yang terus mengikat siswa didiknya untuk tetap dalam keadaan islam yang kental tanpa mengimbangi kehidupan dan perkembangan yang terjadi dimasyarakat sekarang ini,. Sehingga pada akhirnya banyak dari mereka setalah keluar dari pondok pesantren ibarat mendapat kesempatan melampiaskan segala nya sehingga berbuat yang terkadang sangat sulit dikontrol.

Kesulitan lain yang terjadi adalah minat terhadap sekolah yang bercirikhas islam yang begitu rendah, dikarenakan kualitas pendidikan kurang diperhatiakn. Banyak yang hanya mementingkan kuantitas murid tanpa menyadari bahwa keseimbangan pemberian materi dan aplikasinya terhadap siswa memberi pengaruh terhadap perilaku sehari hari siswa tersebut. Komersialisai pendidika pun akhirnya muncul menjadi baying-bayang yang tidak akan pernah hilang oleh tenggelamanya matahari dan bergesernya bumi, selama pemahamannya banyak murid banyak uang yang masuk.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut diperlukan metode-metode dan sisitem pendidikan yang dapat menyeimbangkan pendidikan moral dan keagamaan yang bisa diaplikasikan oleh siswa. Karena mau tidak mau setiap hari dihadapkan pada dua hal yang berlawanan yaitu hal negative dan hal positif, sedangkan komposisi di masyarakat lebih banyak hal positif daripada hal negative. Sehingga pendidikan moral dan pendidikan agama adalah ujung tombak dari segala pelajaran ilmu pengetahuan yang diajarkan disekolah. Setidaknya perlu ada pembagian porsi dan tidak lanjut yang lebih terhadap pelajaran moral dan agama karena ini menyangkut perilaku dan kegiatan sehari-hari siswa tersebut. Serta perilaku mereka terhadap masyarakat disekitar mereka.

Konsep yang dapat dicoba adalah bagaimana materi yang diberikan adalah wacana – wacana dasar yang dibuthkan siswa. Selanjutnya siswa dapat menganalisa sendiri apa dan bagaimana perilaku agama dan moralnya di masyarakat.sehingga nantinya permasalahan – permasalahan yang dialamii oleh siswa dapat diselesaikan atau stidaknya dapat dibuat referensi untuk kehidupanya dalam masyarakat. Dan kontinuita serta pendampingan sangat diperlukan agar nantinya siswa bisa menjadi siswa yang tajam dalam ilmu duniawi juga peka dan antusias terhadap kejadia atau fenomena social yang ada di masyarakat.

Kurikulum yang ada hendaknya mampu menjawab kebutuhan dari setiap siswa yang membutuhkan atau bahkan siswa yang idak mendapatkan pendidikan moral serta pendidikan agama dari keluarga atau masyarakat disekitarnya.Pengajar adalah seorang yang mampu membimbing sekaligus menjadi pengganti orang tua ketika berada di sekolah sehingga mereka selalu merasa diawasi baik di sekolah, rumah maupun masyarakat.

Pada akhirnya peran orang tua dan guru yang harus benar – banar bisa memberikan pendidikan moral dan agama secara berimbang. Jangan hanya dituntut profesionalisme saja dan menghilangkan muatan – muatan pendidikan moral dan agama yang harus diberikan kepada siswa tersebut.Keseimbangan yang diberikan adalah kunci mutlak agar kita bisa mengarungi kehidupan setelah sekolah yang benar – benar membutuhkan kasadaran agama dan moral yang tinggi agar tidak tergilas oleh drasnya arus moderenisasi zaman. Pendidikan moral dan agama nantinya juga diharapkan menjadi filter yang paling ampuh untuk menangkal arus globalisasi yang begitu menyesatkan.

Semoga kita lekas sadar bahwa pendidikan moral dan agama sangat diperlukan dan berpengaruh terhadap perilaku siswa itu sendiri. Penidikan moral dan pendidikan agama merupakan pendidikan yang tidak berimbas langsung, namun berimbas pada dikemudian hari. Janganlah kita mendewakan sebuah nilai kognitif saja sebagai parameter suksesnya sebuah pendidikan moral dan agama tetapi aplikasi penddikan tersebutlah yang dapat dijadikan parameter keberhasilan sebuah pendidikan.

from : http://ipmjember.blogspot.com/