Dzikir Jama'i

سم الله الرحمن الرحم


Oleh : Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais

Definisi dzikir jama'i adalah segala bentuk dzikir, wirid atau doa yang dilakukan sebagian manusia dengan cara berkelompok setelah mengerjakan shalat - shalat wajib atau pada kesempatan lain dengan cara bersama - sama di belakang orang tertentu ataupun tanpa seorang pemimpin, namun mereka melakukannya secara berjama'ah dengan satu suara.
Secara historis dzikir jama'i mulai muncul pada masa sahabat radhiyallahu 'anhum. Dan ketika para sahabat mengingkari perkara bid'ah yang mulai nampak pada saat itu maka perkembangannya pun mulai surut. Namun pada masa pemerintahan khalifah Al Ma'mum, dia menganjurkan untuk menghidupkan kembali bentuk dzikir semacam ini.

Bahwa dzikir jama'i dilarang berdasarkan argumentasi berikut :

1. Bahwa dzikir jama'i tidak pernah diperintahkan dan juga dianjurkan oleh Nabi SAW, dan sekiranya hal ini pernah beliau perintahkan maka akan termaktub dalam kitab - kitab hadits. Berkata Imam Asy Syatibi dalam Kitab Al - I'thisham 1/129, "Bahwa do'a - do'a yang dilakukan dengan berkumpul secara terus menerus tidak ada contohnya dari Nabi SAW". Dan berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa Al Kubra 2/132, "Tidak ada seorang pun yang mengabarkan bahwa setiap Nabi SAW selesai mengerjakan shalat dengan para sahabat, beliau berdo'a bersama - sama dengan mereka"

2. Para salafus shalih yang oleh Rasulullah SAW dikatakan sebaik - baiknya generasi dari golongan sahabat, tabi'in dan para pengikutnya, mereka mengingkari terhadap siapa saja yang melakukan dzikir secara berjama'ah :
Ibnu Wadhdhah dalam Kitab Ma Ja'a Fi Al Bida' hlm. 54 telah meriwayatkan dengan sanad sampai kepada Abu Utsman Al Hindi, ia berkata, "Seorang pegawai menulis surat kepada Umar bin Khaththab, yang isinya, 'Di suatu tempat ada suatu kaum yang berkumpul dan mereka berdo'a untuk kebaikan kaum muslimin dan para pemimpin'. Maka Umar pun membalas surat tersebut seraya mengatakan, 'Temuilah mereka (3x)', kemudian ia berkata kepada penjaga pintu, 'Siapkan Cambuk', maka ketika mereka masuk, Umar menyambut pemimpin mereka dengan cambukan"

Ad Darimi dalam Kitab As Sunan 1/67-69, Ibnul Jauzy dalam Kitab Talbis Iblis hlm. 16-17 dan As Suyuti dalam Kitab Al Amru bi Al Ibtida' hlm. 83 - 84 diriwayatkan oleh Al Bukhtari, dia berkata, "Seorang laki - laki mengabarkan kepada Ibnu Mas'ud bahwa ada satu kaum sedang berkumpul dalam mesjid setelah melaksanakan shalat maghrib, seorang dari mereka berkata, 'Bertakbirlah kalian semua kepada Allah seperti ini ., bertasbilah kepadaNya seperti ini ., dan bertahmidlah kepadaNya seperti ini ., . maka beliau (Ibnu Mas'ud) mendatangi mereka seraya berkata, 'Dan demi Allah yang tiada ilah melainkan Dia, sungguh kalian telah datang dengan perkata bid'ah yang keji, atau kalian telah menganggap lebih mengetahui daripada sahabat nabi'".

3. Selain pendapat para salafush shalih, Imam - imam ahlus sunnah juga menolak dzikir secara berjamaah dengan suara keras, diantaranya :
• Abu Hanifah dalam Kitab Badai'u ash shana'i fi Tartibi Ays Syara' 1/196 mengatakan, "Bahwasannya mengeraskan suara ketika bertakbir pada dasarnya merupakan bid'ah karena hal tersebut merupakan bentuk dzikir, dan menurut penjelasan As Sunnah bahwa berdzikir hendaknya dilakukan dengan suara pelan sebagaimana tersebut dalam firman Allah Ta'ala, 'Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut' (QS Al A'raf 55). Dan sabda Rasulullah SAW, 'Sebaik - baiknya do'a itu diucapkan dengan suara lembut' (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya 3/91)."

• Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah Al Maliki dalam kitabnya Ad Dur Ats Tsamin hlm. 173 berkata, "Bahwa Imam Malik dan beberapa Ulama' yang lain tidak menyukai seorang Imam atau pemimpin do'a yang berdo'a setelah shalat wajib dengan suara keras"

• Imam Asy Syafi'i dalam kitabnya Al Umm 1/111 berkata, "Dan aku memilih bagi imam dan makmum agar berdoa kepada Allah setelah selesai melakukan shalat dan melembutkan suara dalam berdzikir kecuali seorang imam yang ingin mengajarkan pada makmumnya"

• Dalam Kitab Al Iqtidha' hlm. 304 Imam Ahmad membolehkan do'a untuk orang lain dengan cara berkumpul tanpa ada kesengajaan sebelumnya dan tidak dilakukan berulang - ulang sehingga dianggap sebagai kebiasaan.

Fatwa - fatwa ulama' seputar dzikir berjama'ah :

1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata dalam Kitab Fiqh Al 'Ibadah hlm. 343, "Ada sebagian dari jama'ah haji yang membaca talbiyah secara berjamaah dengan satu suara, salah seorang dari mereka maju ke depan, atau berada di tengah - tengah dan terkadang di barisan belakang, ia membaca talbiyah lalu para jamaah lain mengikutinya secara bersama - sama. Cara ini tidak pernah ada pada zaman sahabat Radhiyallahu 'anhum, bahkan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Kami bersama Nabi Muhammad SAW - pada saat haji wada' - maka ada diantara kami yang membaca takbir, ada yang membaca tahlil dan ada yang membaca talbiyah, beginilah yang disyariatkan kepada kaum muslimin, yaitu agar mereka membaca talbiyah sendiri - sendiri, tanpa ada sangkut pautnya dengan orang lain"

2. Syaikh Ibnul Al Utsaimin juga berkata dalam fatwanya dalam Kitab Ad Dararu As Sunniyah 4/318 mengatakan, "Bahwa berdoa bersama setelah seorang Imam salam dengan satu lantunan tidak ada asalnya dan tidak disyariatkan"

3. Syaikh Hamid At Tuwaijiry Kitabnya Inkaru At Takbir Al Jama'i wa Ghairihi berkata, "Dalam Shahih Bukhari (no. 1830) dan Shahih Muslim (1704) dari 'Ashim Al Ahwal dari Abu Utsman dari Abu Musa Radhiyallahu 'anhu berkata, 'Ketika Rasulullah SAW berjihad pada perang Khaibar ., mereka (para sahabat) menyerukan takbir seraya membaca : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah dengan suara keras maka Rasulullah SAW bersabda, 'Tahanlah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli maupun jauh, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar yang dekat dan Dia selalu bersama kalian'. Jika Rasulullah SAW melarang orang - orang yang meneriakan takbir padahal mereka berada di tanah lapang, maka perbuatan orang - orang yang bersahut - sahutan di dalam Masjidil Haram lebih terlarang lagi, karena mereka telah melakukan beberapa bid'ah yaitu berdzikir dengan suara keras, bersama - sama melagukannya sebagaimana yang dilakukan paduan suara,
mendendangkannya dan mengganggu orang lain, yang semuanya ini tidak boleh dilakukan"

4. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Kitab Fatawa Nur 'Ala Ad Darb 1/358 mengatakan, "Berkumpul untuk berdzikir secara berjamaah adalah perbuatan yang tidak mempunyai dasar hukum dalam agama.dan wajib setiap muslim untuk meninggalkan perkara bid'ah, karena Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan pada perkataan kami maka ia tertolak' (HR. Muslim no.1718)"

5. Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan dalam Kitabnya Nur 'ala Ad Darb 1/23 mengatakan, ".Membaca Istighfar berjama'ah adalah bid'ah. Tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, karena beliau beristighfar sendiri tanpa terikat dengan orang lain, dan tidak dengan berjamaah, begitu pula para sahabat, masing - masing membaca istighfar sendiri - sendiri tanpa berjama'ah dan itulah yang dilakukan oleh orang - orang setelah mereka"

Hadits tentang Majelis Dzikir (Hadits yang dijadikan argumen tentang bolehnya berdzikir secara berjama'ah) : Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis - majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama - sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jama'ah itu dengan sayap - sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jama'ah itu selesai maka mereka naik ke langit" (HR. Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)

Beberapa komentar mengenai argumen dengan menggunakan hadits tersebut :

Sesungguhnya hadits yang mereka jadikan landasan tidaklah menunjukan tentang perintah dan keutamaan dzikir jama'i, melainkan keutamaan dan disunnahkannya berkumpul dalam rangka berdzikir kepada Allah Ta'ala. Dan kedua hal ini sangat berbeda.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Iqtidha' hlm. 304 mengatakan, "Bahwa berkumpulnya orang dalam rangka membaca Al Qur'an, berdzikir dan berdoa adalah perkara yang baik apabila hal tersebut tidak merupakan suatu kebiasaan dan tidak terdapat perkara bid'ah" (salah satu perkara bid'ah dalam berdzikir adalah mengeraskan suara) - (Berkumpulnya ! bukan dzikir jama'inya, misal : setelah shalat secara berjama'ah di mesjid, para jama'ah shalat membaca dzikir sendiri - sendiri ini maka hal ini juga disebut berkumpul ! maksudnya mereka berkumpul di mesjid untuk berdzikir namun berdzikir secara sendiri - sendiri dan tidak dipimpin oleh seseorang dan inilah yang sunnahtambahan)

Khatimah
Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bagi kita bahwa dzikir jama'i atau dzikir berjama'ah tidak ada asalnya dalam agama Islam, karena Nabi SAW tidak pernah menyampaikannya, begitu pula para sahabat bahwa ketika berdzikir mereka melakukannya bersama - sama. Dan hal yang demikian juga tidak pernah dilakukan oleh para salafush shalih semoga Allahu Ta'ala meridhai mereka. Bahkan mereka telah mengingkari bagi siapa saja yang melakukan amalan ini, sehingga hal ini tidak akan bisa berkembang.

Maraji'
Disarikan dari buku Dzikir Jama'i, Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, Darus Sunnah Press, Jakarta, Cetakan Pertama, Desember 2004


by : http://ummuzakira.blogspot.com/2011/01/dzikir-jamai.html

Post a Comment